Ketika mendengar kata puasa dan saum, ada yang beranggapan bahwa puasa merupakan definisi dari saum. Tidak banyak yang tahu bahwa kedua kata tersebut merupakan sama-sama kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Selain puasa dan saum, ada juga kata asing yang secara makna bersinonim dan sama-sama diserap ke dalam bahasa Indonesia, yakni kata siam. Hanya saja kata siam digunakan secara terbatas atau tidak sesering penggunaan kata puasa dan saum. Lalu, apa sebenarnya perbedaan antara ketiga kata ini?
Secara etimologi, kata puasa berasal dari bahasa Sanskerta, yakni upavāsa. Bahasa Sanskerta digunakan di Indonesia pada masa kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, seperti di Jawa dan beberapa wilayah Nusantara lainnya. Dalam masyarakat Jawa, istilah ini diserap berupa kata pasa yang pada awalnya bermakna ‘kekangan’, ‘mengekang’, atau ‘menahan sesuatu dari’ (Iswara N. Raditya, 2021) dan kini makna tersebut berkembang sebagaimana makna kata puasa.
Kata upavāsa berasal dari upa yang berarti ‘dekat atau mendekatkan diri’ dan vasa yang berarti ‘Yang Maha Kuasa atau Yang Maha Agung’ (Abu Maryam Kautsar Amru, 2018). Kata ini menunjukkan bahwa upavāsa bermakna dekat dengan Tuhan melalui doa dan ibadah. Puasa yang dilakukan memberikan kesadaran kepada para penganut agama Hindu-Budha bahwa makanan dan rezeki dapat menjadi kedekatan dengan Sang Maha Pencipta. Oleh sebab itu, secara etimologi, puasa bermakna ‘pantangan, penahanan nafsu, minum, dan makan dengan sengaja’ (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia, 2022).
Dalam KBBI versi daring (2022), makna pertama dari kata puasa adalah ‘meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan’. Makna inilah yang merujuk pada kata upavāsa dari bahasa Sanskerta. Setelah kedatangan agama Islam, makna ini pun berkembang sehingga dalam KBBI ada lagi makna kedua yang berkenaan dengan puasa, yakni ‘salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari; saum’. Makna inilah yang merujuk pada makna yang digunakan oleh umat muslim.
Kata saum yang terdapat pada akhir definisi kata tersebut bersinonim dengan kata puasa. Oleh karena itu, pada makna kedua, label Islam ditambahkan untuk menunjukkan perkembangan makna dalam kosakata bahasa Indonesia di bidang agama Islam. Hal ini tidak lepas dari etimologi kata saum yang berasal dari bahasa Arab, yakni ṣaum. Sangat wajar jika sebagian penganut agama Islam memilih menggunakan kata saum untuk menggantikan kata puasa. Salah satu penggunaan kata saum dapat dilihat pada judul artikel di media massa berikut.
- Shaum Ramadhan, Terapi Pengosongan Perut Super Dahsyat (Republika.co.id, 31 Maret 2022)
Selain saum, kata siam juga berasal dari bahasa Arab. Dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia (1951) yang disusun Sutan Mohammad Zain, kata siam merupakan bentuk jamak dari ṣaum. Kamus tersebut menjadi salah satu kamus yang mendokumentasikan kata siam, saum, dan juga puasa, bahkan sebelum itu, kata puasa, saum, dan siam juga sudah tercatat dalam Kamus Indonesia Ketjik yang disusun oleh E. St. Harahap (1943). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga kata serapan tersebut sudah lama menjadi bagian dari kosakata bahasa Indonesia.
Meskipun sudah lama diserap, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, baru kata puasa dan saum yang masuk dalam KBBI Edisi I (1988), sedangkan kata siam masuk pada KBBI Edisi II (1995). Meskipun ada perbedaan tahun kemunculan, kita dapat melihat bahwa ketiga kata ini sudah ada dalam bahasa Indonesia untuk mencerminkan kegiatan keagaman yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Berpuasa sebagai sebuah ibadah ternyata sudah dimulai oleh penganut agama Hindu-Buddha jauh sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Namun, hadirnya agama Islam menyebabkan kosakata bahasa Indonesia berkembang. Penyerapan kata saum dan siam sebagai kata yang bersinonim dengan kata puasa menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat terbuka dengan pengaruh yang dibawa oleh bangsa asing. Bangsa Indonesia menerima dengan baik agama Islam yang dibawa oleh para pedagang dari bangsa Arab tersebut.
Tidak hanya menerima agama Islam sebagai sebuah kepercayaan dari bangsa Arab, bangsa Indonesia juga dengan terbuka menerima kosakata dari bahasa Arab. Kosakata tersebut diadopsi dan diadaptasikan dengan bunyi-bunyi bahasa Indonesia. Bunyi [sh] dalam bahasa Indonesia diserap menjadi [s]. Oleh karena itu, Kata ṣaum diserap menjadi saum dan ṣiam diserap menjadi siam. Hal ini tak lepas dari prinsip penyerapan bahwa bunyi-bunyi asing diserap dan disesuaikan dengan bunyi-bunyi bahasa Indonesia.
Dengan demikian, puasa, saum, maupun siam merupakan kata yang bersinonim dalam bahasa Indonesia. Pengguna bahasa Indonesia bebas memilih menggunakan kata apa pun. Kata puasa, saum, dan siam akan terus menjadi bagian dari ritual keagamaan di Indonesia jika dipraktikkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa. Khusus bagi penganut agama Islam, di bulan Ramadan ini, ketiga kata tersebut akan hadir dengan frekuensi tinggi. Penggunaan kata dengan frekuensi tinggi akan menjadikan ketiga kata tersebut terus hidup dalam keseharian pengguna bahasa Indonesia.