Oleh: Alfitri
(Dosen Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Andalas)
Jumat siang (11/3/22) lalu, Dewan Profesor Universitas Andalas mengadakan acara melepas purna tugas Prof. Syukri Lukman. Sebagaimana diketahui, beliau adalah alumni yang kemudian menjadi dosen/Guru Besar di Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Setelah tamat Sarjana Ekonomi pada tahun 1977, beliau lalu melanjutkan studi S2 di Universitas Gadjah Mada dan tamat tahun 1984, dan kemudian menyelesaikan doktornya di Universiti Sains Malaysia tahun 2007. Selain berkiprah sebagai akademisi di Universitas Andalas, beliau juga pernah menjadi Kepala Badan Kerja Sama Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, juga cukup lama menjadi konsultan di PT. Semen Padang.
Dalam pengantarnya, Prof. Helmi sebagai Ketua Dewan Profesor menyatakan bahwa kendati dilaksanakan secara daring dalam suasana pandemi, ini tidak mengurangi arti penting acara sebagai penghargaan dan penghormatan kepada Prof. Syukri Lukman yang telah menggenapi pengabdiannya sebagai PNS di Universitas Andalas, khususnya di Fakultas Ekonomi. Sementara itu, Prof. Yuliandri selaku Rektor dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas pengabdian Prof. Syukri Lukman selama ini, dan kendati secara administratif sudah pensiun sebagai PNS, tetapi uluran tangan dan bantuannya bagi Universitas Andalas tetaplah diharapkan, di antaranya membimbing mahasiswa-mahasiswa Program Doktor di Fakultas Ekonomi.
Kebahagiaan seorang dosen/guru antara lain adalah jika mahasiswa/muridnya dapat menjadi hebat atau bahkan lebih hebat dari dirinya sendiri. Karena itu mantan mahasiswa Prof. Syukri Lukman yang menyampaikan kenangan dalam acara kemarin adalah Prof. Niki Lukviarman, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas yang pernah menjadi Komisaris Bank Nagari dan Rektor Universitas Bung Hatta, serta Denny Abdi SE, MS, yang kini menjadi Duta Besar RI untuk Vietnam. Kombinasi yang pas. Satunya mantan mahasiswa beliau yang mengikuti jejak sebagai akademisi dan Guru Besar di kampus Universitas Andalas dan satunya lagi dari luar kampus, yakni mantan mahasiswa yang mengembangkan karier sebagai diplomat di Kementerian Luar Negeri.
Dalam testimoninya yang bersemangat, Prof. Niki Lukviarman mengenang betapa keberadaan Prof. Syukri Lukman banyak menginspirasi dan memberi pengaruh pada jalan hidupnya. Kendati berasal dari program studi akuntansi namun dia tertarik mengikuti kuliah manajemen keuangan dari Prof. Syukri Lukman yang pada tahun 1984 ketika baru saja pulang studi magister dari UGM. Selain orangnya keren dan asyik, penguasaan materi kuliahnya baik dan dibawakan pula secara menarik. Inilah yang antara lain memengaruhi Prof. Niki Lukviarman untuk juga memilih karier sebagai dosen, termasuk melanjutkan studi MBA waktu itu ke Filipina dan kemudian DBA ke Australia. Bagi Prof. Niki Lukviarman, sebagai sesama kolega di Fakultas Ekonomi, Prof. Syukri Lukman adalah mitra diskusi yang menyenangkan dan resourceful.
Di sisi lain, sewaktu mahasiswa dulu, Duta Besar Denny Abdi terkesan dengan cara Prof. Syukri Lukman yang provokatif dalam menggugah semangat belajar para mahasiswanya, terutama dalam belajar ilmu manajemen. Dalam ingatan Denni Abdi, dulu Prof. Syukri Lukman sering mewanti-wanti mahasiswanya agar rajin dan serius belajar. Dalam suatu perusahaan, misalnya, untuk dapat menjadi manajer saingannya tidak hanya sesama alumni Fakultas Ekonomi dari Prodi Manajemen saja, tetapi juga dari prodi lain. Untuk menjadi manajer keuangan, ia bersaing dengan tamatan akuntansi dan untuk menjadi manajer produksi bersaing dengan tamatan teknik mesin atau teknik industri, sedangkan untuk menjadi manajer sumber daya manusia sering pula harus bersaing dengan tamatan psikologi. Oleh sebab itu, mahasiswa sering diingatkan beliau untuk menekuni dan menguasai manajemen bukan hanya untuk dapat bersaing menjadi manajer-manajer itu, tapi lebih dari itu untuk menjadi pimpinan dari para manajer tersebut.
Penulis juga memiliki kenangan dengan Prof. Syukri Lukman ini. Kendati sebagai dosen beliau jauh lebih senior dari penulis namun di akhir tahun 1990-an sampai awal tahun 2000-an untuk beberapa waktu kami pernah sama-sama menjadi pejabat struktural di Universitas Andalas. Beliau menjadi salah seorang Wakil Dekan di Fakultas Ekonomi dan penulis juga menjadi salah seorang Wakil Dekan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas. Kendati beliau memiliki pengalaman dan jam terbang yang lebih tinggi, namun beliau tetap humble dan mudah bergaul dengan yang lebih muda. Sama dengan umumnya dosen yang lebih muda yang lain, dalam pergaulan sehari-hari di Universitas Andalas penulis pun memanggilnya dengan Uda Cuwy.
Akan tetapi, sejak tahun 2016 penulis hampir tidak pernah lagi memanggil Prof. Syukri Lukman dengan Uda Cuwy. Waktu itu, beliau adalah Rektor Universitas Dharma Andalas (UNIDHA) –suatu PTS yang didirikan dan dimiliki oleh Ikatan Alumni Universitas Andalas. Untuk mengkonsolidasikan dan mengembangkan UNIDHA yang baru berdiri itu. Beliau meminta penulis untuk membantunya sebagai Sekretaris Universitas. Seperti diketahui, sesuai dengan statuta UNIDHA di bawah Rektor yang membantunya bukan di sebut Wakil Rektor melainkan Sekretaris Universitas. Penulis minta waktu tiga hari untuk mempertimbangkan permintaan beliau. Pada hari ketiga penulis menerima tawaran beliau untuk membantunya dan sejak itu pun penulis memanggil beliau Pak Rektor, bahkan sampai sekarang ketika beliau tidak menjabat lagi, penulis tetap memanggilnya Pak Rektor.
Selama hampir dua tahun membantu Prof. Syukri Lukman sebagai Rektor, penulis merasa banyak belajar dan mendapat pengalaman yang berharga. Paling utama adalah kepercayaan (trust) yang beliau berikan kepada penulis untuk bertindak sebagai co-pilot universitas, baik secara internal maupun eksternal. Kepercayaan bagi beliau akan membuat anggota tim tenang dalam bekerja dan bersemangat untuk berkreasi dan mengembangkan potensinya dalam mencapai tujuan organisasi. Ini sejalan dengan pandangan Sallis (2006) yang melihat kepercayaan sebagai pintu masuk (entry point) yang pertama dan penting dalam upaya memberdayakan semua komponen untuk menjalankan total quality management (TQM) di bidang pendidikan. Demikian pula, Tierney (2008) menunjukkan bahwa kepercayaan adalah konstruk budaya fundamental yang mesti ada dalam upaya memajukan pendidikan tinggi.
Karena itu sebagai Rektor, Prof. Syukri Lukman hanya memberikan arahan (direction) dalam garis besar. Hal-hal detail jarang beliau masuki dan utak-utik karena beliau percaya kepada kemampuan tim dalam mengelaborasi dan menjaganya agar sesuai dengan peraturan yang ada dan apa yang telah disepakati. Sebaliknya, kalau ada umpan balik (feedback), beliau akan mendengarkan, menghargai hal yang disampaikan dan akomodatif. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa beliau adalah seorang pendengar yang baik. Selama penulis berinteraksi, beliau tidak pernah terdengar ucapan atau terlihat gestur yang menunjukkan kesan, “saya ini Rektor” atau “Saya ini profesor lho…”.
Dalam penyusunan anggaran universitas, misalnya, kendati Prof. Syukri Lukman adalah ahli manajemen keuangan, tapi beliau memberi kepercayaan penuh pada tim yang ditugaskan untuk itu. Sebagai Rektor beliau cukup hadir rapat dua kali saja. Pertama, pada rapat perdana tim untuk memberi arahan secara garis besar dan kedua pada rapat terakhir/ finishing touch untuk mengecek gambaran keseluruhan dan memberikan sedikit komentar atau catatan yang diperlukan. Penulis ingat betul, baik pada rapat pertama dan rapat kedua terkait anggaran universitas itu. Ada dua hal yang selalu beliau ingatkan dan pastikan. Pertama, program/kegiatan yang dianggarkan itu sebenar terkait, bermanfaat, dan bermakna pada akreditasi program studi dan universitas. Kedua, sesuai dengan kemampuan anggaran universitas, sumber-sumber pendapatan dosen dan tenaga kependidikan, seperti gaji, honor-honor, dan sebagainya agar dapat dinaikkan. Beliau percaya bahwa kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan berkorelasi dengan kinerja mereka di universitas. Akan tetapi, jika disebabkan oleh keterbatasan anggaran universitas, pendapatan dosen dan tenaga kependidikan tidak dapat dinaikkan, ucapan yang beliau tekankan adalah, “Kalau tidak ditambah, jangan dikurangi…”.