Oleh:
Arfino Bijuangsa
Wasekjen PB HMI
Himpunan Mahasiswa Islam atau yang disingkat dengan HMI merupakan organisasi mahasiswa yang lahir pada tahun 1947, atau dua tahun pasca kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
HMI lahir dengan membawa dua misi yakni mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia (komitmen kebangsaan) serta, yang kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam (komitmen keumatan). Dua misi ini kemudian disebut dengan dua komitmen azasi HMI.
Misi tersebut diperkuat dalam tujuan HMI yakni terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT (pasal 4 AD HMI).
Dalam menjalankan misi dan mencapai tujuannya, HMI selalu memainkan peran perjuangan (pasal 9 ADHMI) dengan mengacu pada Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang diantaranya berisikan tentang kemanusiaan, keadilan ekonomi dan sosial serta persoalan kemasyarakatan.
Sampai saat sekarang ini, ‘kitab pergerakan atau perjuangan’ ini masih dipakai dan menjadi karakter tersendiri bagi diri seorang kader HMI. Pandangan tentang nilai-nilai inilah yang mendoktrin kader-kader HMI dalam sepak terjangnya menghadapi badai keanekaragaman umat dan bangsa Indonesia.
Kehidupan organisasi HMI yang lahir dari rahim Indonesia tentu menjadikan HMI sebagai anak kandung Indonesia. Sudah menjadi sebuah keniscayaan, bahwa apa yang terjadi di Indonesia dirasakan pula di dalam HMI. Karena, HMI adalah mini Indonesia.
Kehidupan dalam keanekaragaman di dalam HMI memang banyak ditemui. Sebab, syarat masuk HMI hanya dua yaitu orang yang beragama Islam dan dia adalah seorang berstatus mahasiswa. Dengan ini, maka siapapun asalkan mahasiswa dan Islam boleh ikut berhimpun di dalam HMI. Apapun latar belakangnya dan apapun tujuannya. Hal inilah yang menyebabkan kader-kader HMI bersifat toleran yang merupakan kebiasaan orang yang hidup dalam keanekaragaman.
Oleh karena inilah HMI amat bersifat terbuka. Tanpa memperhatikan latar belakangnya, asalkan dianggap memiliki kemampuan, siapa saja bisa menjadi harapan dan ‘besar’ dan membesarkan HMI. Tentu saja tidak bisa lepas dari fungsi perkaderan HMI.
Selain itu juga tidak bisa lepas dari rasa persamaan dan persaudaraan yang merupakan kebiasaan atau simbol internal HMI. Sudah menjadi sebuah keniscayaan di HMI, berteman lebih dari bersaudara.
Dari hal ini juga, ruang kolaborasi terbuka luas kepada semua orang baik internal maupun eksternal. Ruang kolaborasi ada di dalam HMI memang sudah menjadi sebuah kenangan dan akan menjadi sebuah karakter tersendiri bagi diri seorang kader HMI dalam menghadapi segala tantangan zaman.
Umur HMI yang kini sudah mencapai 75 tahun bukanlah umur yang lagi muda. Ibarat seorang manusia, 75 adalah orang yang sudah ‘kenyang’ dengan asam garam kehidupan. Bak pepatah jauah bajalan banyak diliek lamo hiduik banyak diraso (jauh perjalanan banyak yang dilihat lama hidup banyak yang dirasakan).
Selamat ulang tahun HMI yang ke 75. Semoga jalanmu semakin mudah dan tetap melahirkan pemimpin umat dan bangsa. Arah Baru HMI; Berdaya Bersama Menuju Indonesia Emas 2045. (*)