Ratih Agustin Wulandari, S.H., M.H.
(Ketua Program Studi S1 Hukum Universitas Dharmas Indonesia)
Kondisi ekonomi saat ini terutama di tengah pandemi covid-19 membuat berbagai sektor usaha menjadi lumpuh tidak terkecuali Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Banyak BPR di Sumatera Barat yang sudah tumbang dan tidak sanggup lagi bertahan bersaing dengan sesama BPR maupun bank umum. Jalan merger dan akuisisi pun menjadi solusi bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap BPR yang sudah tidak mampu lagi bertahan. Tentunya dalam hal ini direksi dan komisaris sangat berperan mengatasi berbagai masalah ekstern yang datang dari luar dan intern yang datang dari dalam yang dapat menggoyahkan stabillitas BPR yang mereka pimpin. Direksi dan komisaris adalah dua elemen penting yang dapat mewujudkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan melaksanakan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui OJK di saat pandemi ini.
Tata kelola merupakan hal yang penting dalam menilai kelancaran usaha bank. Tata kelola menjadi penentu utama berjalannya sebuah bank dengan baik. Pelaksanaan prinsip GCG merupakan tindakan penting yang harus dilakukan oleh sebuah bank demi kelangsungan bank khususnya BPR harus mampu bertahan di tengah persaingan dalam dunia perbankan di Indonesia. BPR harus selalu meningkatkan kualitas, memberikan pelayanan terbaik, meningkatkan tata kelola, untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dan berkembang dalam persaingan yang semakin ketat.
Prinsip GCG terdiri dari 1) Transparansi, perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan serta mudah diakses dan dipahami oleh stakeholder, termasuk hal-hal penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya. 2) Akuntabilitas, perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerja secara transparan dan wajar. Pengelolaan perusahaan diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi dengan tetap mempertimbangkan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain. 3) Tanggung jawab, perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta menjalankan tanggung jawab masyarakat dan lingkungan untuk mendukung kesinambungan usaha jangka panjang sekaligus mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4) Independensi, untuk menjalankan GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak pula diintervensi oleh pihak lain. 5) Kewajaran dan kesetaraan. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus memperhatikan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Prinsip GCG dalam sistem perbankan digunakan sebagai perlindungan secara tidak langsung oleh pihak bank terhadap kepentingan-kepentingan para pemegang saham dan nasabah bank. Prinsip ini digunakan untuk mencegah timbulnya risiko-risiko kerugian dari suatu kebijakan dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Prinsip ini mengharuskan pihak bank selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, yaitu selalu konsisten melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik.
Prinsip Keterbukaan (transparency) dibuktikan dengan selalu mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya. Informasi yang diungkapkan meliputi pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan, dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem, dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank. Prinsip keterbukaan yang dianut tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. Kebijakan BPR dibuat tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.
Prinsip tanggung Jawab (responsibility) dibuktikan dengan BPR selalu menjaga kelangsungan usahanya berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudential banking practices) dan menjamin dilaksanakannya peraturan perundang-undangan, anggaran dasar serta peraturan internal bank dengan baik dan konsisten. Contohnya dalam hal pemberian kredit kepada nasabah, harus sesuai dengan Standar Operasional Perkreditan.
Prinsip Independensi (Independency) dilakukan BPR dengan menghindari terjadinya dominasi dari pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara objektif. Melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar, peraturan internal bank dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak saling mendominasi atau melempar tanggung jawab satu dengan yang lain.
Prinsip kewajaran (fairnes) dilakukan dengan BPR memberikan perlakuan yang wajar dan setara kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada BPR. BPR harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan BPR serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
Prinsip Akuntabilitas (Accountability) dilakukan BPR dengan menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. Contohnya dalam setiap memberikan tugas kepada karyawan BPR harus mengeluarkan SK Direksi yang berisikan tugas dan tanggung jawab karyawan yang bersangkutan. Selain itu penerapan prinsip akuntabilitas ini juga dilakukan dilakukan oleh BPR dengan menetapkan pembagian tugas masing-masing (job description) untuk masing-masing bidang, dengan menuntut para pimpinan dan pegawai BPR untuk selalu bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diembannya. BPR meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG.
Bank dikenal sebagai lembaga intermediasi yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Dalam pengelolaannya untuk menunjang fungsinya sebagai aliran darah ekonomi, bank umum maupun BPR wajib melaksanakan tata kelola yang baik dengan menerapkan prinsip GCG. Masalah yang paling berat dihadapi industri perbankan dan otoritas pengawas bank adalah kelalaian pengurus bank serta penipuan dan penggelapan yang mereka lakukan. Untuk meminimalkan praktik tidak sehat tersebut sudah sejak lama industri perbankan diatur dan diawasi dengan ketat baik melalui peraturan langsung maupun peraturan tidak langsung.
Saat ini, di Indonesia beberapa BPR mengalami kesulitan untuk bertahan dan bersaing sehingga banyak yang terindikasi dilikuidasi dan merger. Organ perusahaan yang mempunyai fungsi dan tanggung jawab yang besar terhadap tingkat kesehatan dan tata kelola bank adalah Direksi dan Komisaris. Untuk itu dalam kondisi pandemi, yang membuat ekonomi masyarakat menurun, BPR dituntut dapat bertahan dengan menerapkan prinsip GCG. Kelima prinsip tersebut harus benar-benar diterapkan oleh seluruh unsur di BPR.