Berdasarkan pantauan Scientia.id di Lapangan, para pengunjung yang memarkirkan kendaraannya (mobil) dikenai biaya 10.000 rupiah. Selain biaya yang besar, tempat publik tersebut juga bukan merupakan titik parkir yang ditetapkan pemerintah.
“Benar, di depan kantor DPRD Bukittinggi itu, kita diminta bayar parkir sebanyak Rp10.000. Bahkan pungutan tidak diberikan karcis parkir,” ungkap salah seorang pengunjung dari daerah tetangga yang tak ingin namanya dituliskan namanya, saat mengunjungi salah satu objek wisata di kota itu. Sabtu Malam (6/11).
Dia berharap pemerintah segera mengambil tindakan dengan menertibkan area parkiran dan petugas yang tidak resmi. Terutama mendirikan plang atau papan nama terkait biaya parkir bagi setiap jenis kendaraan, serta karcis parkir.
Sementara menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Bukittinggi, Martias Wanto, berjanji akan menelusuri lebih lanjut.
“Terima kasih atas informasinya. Kita akan telusuri masalah biaya parkir tidak sesuai ketentuan. Tapi, area di depan gedung DPRD Bukittinggi, tidak termasuk titik parkir yang ditetapkan Pemko Bukittinggi,” kata Sekda yang baru dilantik beberapa bulan lalu itu.
Selain itu terpisah seorang pengamat perparkiran di Bukittinggi, Ril mengatakan, sudah seharusnya Pemko Bukittinggi melalui aparaturnya menertibkan area atau titik parkir yang tidak resmi tersebut.
“Sat Pol PP dan Dishub mengetahui titik parkir yang tidak resmi. Jadi, biar pengunjung nyaman dan tidak dibebani biaya parkir mahal, kedua SKPD tersebut bisa atau bertindak menertibkan,” katanya.
Ril, yang juga kader salah satu partai politik itu melanjutkan, penertiban area parkir tidak resmi sangat perlu dilakukan. Sebab jika tidak ditindaklanjuti, akan membuat citra buruk kota wisata dan membuat pengunjung atau wisatawan dari luar kota tidak nyaman berkunjung ke Bukittinggi.
“Iya, akan terjadi persepsi negatif bagi Pemko Bukittinggi jika area parkir ilegal tidak ditertibkan. Wisatawan berlibur ke Bukittinggi pun, dipastikan merasa tidak nyaman dan keberatan membayar biaya parkir mahal. Selain itu, pungutan parkir ilegal tersebut tidak masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) alias tidak ada retribusi yang diperoleh Pemko,” ucapnya. (aef)