Hidup Butuh Perjuangan
Dalam senyum kau sembunyikan letihmu
Hujan dan panas pagi dan malam
Berjalan seiring detik waktu
Mengiringi langkahku
Tak tau kemana?
Daku berharap berbayar senyum manis
Bercampur air mata kebahagian
Hidup butuh perjuangan
Anak muda. Lupakan penatmu,
Hilangkan sakitmu, habiskan jatah gagalmu
Buat Ibu dan Bapakmu bangga
Bergegaslah untuk kemenangan
Hidup butuh perjuangan
Anak muda. Ukir kenangan,
Ukir sejarah, buktikan pada dunia
Dirimu mampu dapatkan tepuk tangan kemenganan
Percayalah semua akan indah pada waktunya.
Salahkah Rindu
Rindu…
Tidurku terjaga
Lelahku tak berujung
Langkahku tak berarah
Salahkah rindu?
Rindu…
Wujudmu tak terlihat
Datangmu tak diundang
Lalu salahkah rindu?
Rindu…
Perih dan sakit lengkap sudah
Pulang dan pergi seiring degup jantung
Lalu aku hanya menunggu
Salahkah rindu?
Rindu…—
Biodata:
Andre Malin adalah pegawai sebuah bank BUMN kelahiran Padang, 30 Juli 1994. Lelaki bernama asli Andre Gumelar Mulya ini selain suka menulis puisi juga gemar main futsal dan mengoleksi parfum. Sekarang, ia tinggal di Padang merintis masa depan.
Mengobat Penat dengan Puisi
Oleh: Ragdi F. Daye
(Penulis Buku Kumpulan Puisi Esok yang Selalu Kemarin)
Ukir kenangan, ukir sejarah, buktikan pada dunia
Dirimu mampu dapatkan tepuk tangan kemenganan
Pada Minggu ini, Kreatika menampilkan dua buah puisi karya Andre Malin yang berjudul “Hidup Butuh Perjuangan” dan “Salahkah Rindu”.
Puisi pertama ditulis dengan baris-baris sederhana yang mengandung pelajaran tentang arti kehidupan. Tidak terlalu menggunakan permainan diksi, tak banyak eksplorasi metafora, dan lugas menyasar pesan yang hendak disampaikan. “Hidup butuh perjuangan/ Anak muda. Lupakan penatmu,/ Hilangkan sakitmu, habiskan jatah gagalmu/ Buat Ibu dan Bapakmu bangga/ Bergegaslah untuk kemenangan// Hidup butuh perjuangan/ Anak muda. Ukir kenangan, / Ukir sejarah, buktikan pada dunia/ Dirimu mampu dapatkan tepuk tangan kemenganan/ Percayalah semua akan indah pada waktunya.”
Waluyo (2003:2) mengungkapkan bahwa menulis puisi berarti menulis deretan kata-kata yang tidak membentuk kalimat atau alinea. Antara kalimat dan larik memiliki hakikat yang berbeda. Begitu juga dengan alinea dan bait. Larik atau bait memiliki makna yang lebih luas, yang disebut Waluyo sebagai proses pemadatan kata. Proses seperti ini dilakukan agar puisi yang ditulis memiliki kekuatan untuk masuknya berbagai tafsiran makna hingga mendalam.
Seorang penyair menulis puisi dengan menggunakan kata-kata yang khas. Kata-kata tersebut tidak dapat diartikan secara langsung karena mengandung makna konotatif. Penyair menggunakannya kata-kata dengan mempertimbangkan semua aspek kepuitisan, terutama dalam rima dan irama yang berefek pada pengucapan. Unsur yang dipertimbangkan penyair dalam memilih kata untuk puisi yaitu diksi, kata konkret, dan majas.
Andre Malin perlu mempertajam rasa bahasa untuk merangkai larik-larik yang sederhana namun menukik pada makna yang lebih dalam, memanfaatkan tanda-tanda, simbol-simbol. Metafora. Alam terkembang jadi guru, filosofi ini dapat dituruti dengan membaca gejala-gejala alam lalu menggubahnya menjadi frasa dan klausa yang mengandung makna tertentu. Aktivitas kreatif ini akan sangat menyenangkan dan membuat kita menjadi lebih peka untuk menyimak suara-suara kehidupan di dunia.
Seorang penyair adalah kreator, pencipta yang membebaskan imajinasi dan kreativitasnya untuk membuat karya. Seorang penyair akan mencari bentuk-bentuk bahasa baru, menggubah metafora, membuat perumpamaan yang tidak klise. Itulah yang membuat penyair dan sastrawan dianggap sebagai pihak yang berjasa dalam mengembangkan bahasa: Pembaharu.
Puisi kedua berisi kecamuk jiwa yang diamuk kegalauan. “Rindu…/ Tidurku terjaga/ Lelahku tak berujung/ Langkahku tak berarah/ Salahkah rindu?” Perasaan adalah bagian esensial dari seorang manusia. Sekalipun ketajaman otak membuat manusia menggunakan pemikiran untuk merespons realita yang dihadapinya, namun dia tetap terbawa perasaan yang dipengauhi oleh pengalaman batin. Menurut Tarigan (1985: 7), satu-satunya tolok ukur untuk menikmati puisi adalah ‘rasa’. “It’s sole arbitrer is taste.”
Menulis puisi dapat dimulai dengan memotret hal-hal kecil, detail-detail yang terkadang dianggap tidak penting padahal justru dari hal-hal kecil itu dapat dibangun dunia estetika yang besar. Imaji-imaji sederhana yang membuat sebuah karya lebih kuat menggapai imajinasi pembaca. Detail-detail kecil yang dapat memantik alat indera untuk memanggil sesuatu yang jauh di masa lalu, sesuatu yang terpisah ruang dan waktu.
Mari simak sebuah puisi pendek Ariel Francisco, penyair Amerika keturunan Guatemala yang terkenal dengan buku kumpulan puisi berjudul All My Heroes are Broke (2017):
Puisi yang Ditulis pada Ulang Tahunku yang ke-28
Di seberang rel ada setangkai tulip yang layu
warna sinar matahari musim panas yang memudar
bangkit dari karat, kepala tertunduk seperti lelah
orang tua membungkuk menunggu kereta,
tapi ini perhentian terakhir dan dia berdiri di
sisi yang salah, menggigil meski udara tenang.
Di bawah sinar matahari musim panas
yang memudar, aku menunggu
untuk kereta ini. Aku lelah, membungkuk.
Tapi aku belum tua. Kereta ini akan tiba sebelum
dingin, aku harus percaya ini. Masih
ada waktu. Masih ada waktu. Masih ada.
Masih ada waktu bagi Andre untuk mencermati sekeliling hingga puisi itu datang menghampiri. Minta dituliskan. Lalu dibaca. []
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca.