Oleh :
Muhammad Irsyad Suardi
Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi
Universitas Andalas
Bung Karno dalam pidato 28 Juli 1963 pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. Satu napas ucapan Bung Karno itu sampai sekarang masih terbukti dampaknya. Lihat saja setiap pemilu, partai politik sering memandulkan lawan politik dengan isu negatif, seperti SARA, menghasut, fitnah, dan penyebaran hoaks.
Satu contoh, pemilu 2019, Jokowi-Prabowo bertarung, hampir semua media sosial menyebarkan hoaks, hoaks tentang Jokowi anak PKI, hoaks tentang Prabowo ini-itu. Semua melebar hingga tidak bisa membedakan mana fakta dan mana hoaks. Ini satu gambaran bagaimana sistem demokrasi kita belum matang. Ambil saja dari satu negara tetangga, Malaysia. Setiap pemilu Malaysia tidak seheboh Indonesia. Malaysia juga menjadikan media sosial sebagai basis besar dalam strategi memenangkan pemilu, tapi mereka dewasa dan tidak menfitnah, menyebarkan hoaks serta tidak mengumbar hasutan. Kita saksikan bagaimana Anwar Ibrahim dengan lawan politiknya Mahathir Mohammad yang jauh lebih senior.
Mereka tidak menjatuhkan lawan, mereka menggambarkan bagaimana Malaysia di masa depan. Bagaimana situasi dan kondisi sekarang terhadap solusi dari setiap masalah. Mereka bertarung dengan ide besar, gagasan luas dan wacana kedepan untuk membangun Malaysia. Kita? Setiap pilkada, pemilu, pileg mesti menjatuhkan citra lawan politik dulu. Mengumbar aib lawan politik dan membalas dengan jalur hukum atas klaim yang ditebar ke masyarakat. Mungkin itulah maksud Bung Karno dalam pidato di atas. Bagaimana sesama warga negara Indonesia, sesama tanah air, dan sesama hidup dalam satu identitas symbol membuat perpecahan antarsesama manusia Indonesia.
Sistem dan kualitas demokrasi kita perlu dimatangkan hingga bangsa-bangsa di dunia perlu belajar ke Indonesia tentang bagaimana implementasi demokrasi sebenarnya suatu saat nanti. Dalam laporan BPS 2019, Indeks Demokrasi Indonesia dari 2017-2019 mengalami turun-naik, terdapat tiga aspek kategori: Pertama, aspek kebebasan sipil (civil society) dari 2017-2018 mengalami kenaikan, namun 2019 mengalami penurunan. Kedua, aspek hak-hak politik (political rights) dari tahun 2017-2019 mengalami kenaikan yang sedikit. Ketiga, aspek lembaga demokrasi (institution of democracy) 2017-2019 mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Contoh jabaran tersebut menggambarkan tingkat kematangan sistem demokrasi di Indonesia. Sebenarnya, ada satu komparatif kasus antara Indonesia dengan Belanda. Di Belanda,, khususnya di universitas-universitas, wewenang pemilihan dekan fakultas sepenuhnya dipilih oleh rector, sedangkan di Indonesia jika telah habis masa jabatan dekan maka akan dilakukan pemilihan melalui voting suara. Inilah sebenarnya betapa masyarakat Indonesia sangat demokratis. Hal ini jarang sekali ada di belahan dunia manapun.
Konsep dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat sebenarnya cocok dijadikan slogan sikap demokrat-nya orang Indonesia dibandingkan Amerika Serikat. Kebebasan menyampaikan pendapat yang dilindungi undang-undang harus menjadi lokomatif peraturan yang mesti ditaati tanpa mengabaikan koridor Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) sehingga yakin ke depan Indonesia akan menjadi role of model dunia.
Terakhir, soal pilkada, mesti dibangun satu sistem komplit agar ke depan para calon kepala daerah tidak terjebak budaya korupsi yang telah menghujam kuat di bumi Indonesia. Caranya adalah dengan membangun satu sistem komplit yang kuat di atas azas UUD 45 dan Pancasila.
Pemerintah jangan lagi disibukkan oleh biaya politik yang mahal, tapi harus menganggarkan dana sekian banyak untuk calon kepala daerah. Tidak berpikir bagaimana mengembalikan modal yang telah habis kemarin. Sebenarnya, penulis sejak mahasiswa sudah berpikir bahwa sebaiknya sistem demokrasi yang ada di Indonesia mesti digeser ke sistem duo partai. Artinya, sistem di Indonesia ke depan semestinya hanya membolehkan dua partai saja yang bertarung. Partai yang mewakili suara mayoritas dari berbagai golongan, suku, agama, dan kepentingan. Semoga saja ya.