Oleh:
Nanda Dhea Islamay
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Padang
Salah satu fakta global saat ini yang menjadi perbincangan di seluruh dunia adalah fenomena pandemi Covid-19. Pandemi ini menyebabkan arus ekonomi tersendat bahkan aktivitas sosial terhambat. Setiap negara silih berganti membangun kebijakan untuk mengentaskan pandemi ini mulai dari lockdown, PSBB, social distancing, physical distancing, dan sebagainya dengan harapan keadaan normal seperti sediakala dapat kembali agar tidak mengancam sektor lain terutama dari sektor ekonomi.
Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa fenomena covid-19 mempunyai konsekuensi terhadap kemorosotan ekonomi global, terutama di Indonesia saat ini. Tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I/2020 tercatat pada kisaran 2,97% mengalami penurunan dari kuartal I/2019, yaitu 5,02%. Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan bahwa di kuartal II/2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi pada kisaran -3,5 persen hingga -5,1 persen dengan titik tengah -4,3 persen.
Pemerintah dengan amunisinya mengeluarkan paket stimulus baik dari segi moneter maupun fiskal melalui Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk menepis pelemahan pertumbuhan ekonomi domestik. Stimulus moneter untuk memacu pertumbuhan ekonomi seperti menurunkan tingkat bunga acuan dengan harapan agar tingkat bunga pasar turun sehingga dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Lalu, kebijakan pelonggaran Giro Wajib Minimum. Di bidang fiskal, pemerintah melakukan kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Untuk itu, Presiden RI, Joko Widodo, menerbitkan Inpres No.4/2020, yang menginstruksikan, seluruh Menteri/Pimpinan/Gubernur/Bupati/Walikota mempercepat refocusing kegiatan, realokasi anggaran dan pengadaan barang jasa penanganan Covid-19. Selanjutnya, Kementerian Keuangan akan merealokasi dana APBN sebesar Rp62,3triliun. Dana tersebut diambil dari anggaran perjalanan dinas, belanja non operasional, honor-honor, untuk penanganan/pengendalian Covid-19, perlindungan sosial (social safety net) dan insentif dunia usaha.
Namun, semua itu tidak dapat bergerak cepat untuk memulihkan perekonomian domestik disebabkan oleh sektor perdagangan internasional masih terganggu dengan adanya lockdown beberapa Negara sehingga menghambat kegiatan ekspor-impor.
Pemulihan juga terhambat disebabkan sektor pariwisata mati suri selama pandemi yang notabenenya sektor pariwisata memberikan andil besar sebagai penyumbang devisa bagi negara. Berbagai usaha terus dilakukan pemerintah untuk memulihkan perekonomian domestik di mana yang sebelumnya diterapkan kebijakan PSBB namun saat ini sudah berganti menjadi New Normal, yaitu “Tatanan Kehidupan Baru” sesuai protokol kesehatan dengan harapan roda perekonomian domestik dapat berputar untuk pulih di kuartal selanjutnya.
Menelisik hal tersebut, langkah tepat yang harus dilakukan pemerintah saat ini dalam New Normal adalah memfokuskan pada pembangunan dan pengembangan sistem ekonomi kerakyatan sebagai solusi untuk mendorong pemulihan ekonomi domestik. Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Ekonomi kerakyatan dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat local dalam mengelola lingkungan dan sumber daya ekonomi yang ada di lingkungan sekitar. Ekonomi kerakyatan pada dasarnya hadir untuk menyelaraskan distribusi pendapatan guna mendorong kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk dari sistem ekonomi kerakyatan terdapat pada kegiatan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).
Adapun berdasarkan catatan Badan Pusat Statistika (BPS) jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 64,2juta unit. UMKM memiliki kontribusi sebesar 60,3% dari total produk domestic bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerjadan 99% dari total lapangan kerja. Teten Masduki selaku Menteri Koperasi dan UKM mengatakan bahwa UMKM merupakan faktor penentu kesuksesan (key success factor) pemulihan ekonomi, khususnya sector riil pada era New Normal pascapandemi Covid-19. Skemanya dengan adanya subsidi bunga, penjaminan untuk modal kerja. Namun, terlepas dari itu yang harus disiapkan sebelum mendobrak kemajuan UMKM ialah pemerintah harus mendorong daya beli masyarakat karena daya beli juga berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Maka di era normal baru ini pascapandemi Covid-19, sektor UMKM harus segera bangkit. Untuk membangkitkan sektor UMKM pada era New Normal, dapat didorong oleh UMKM offline menuju UMKM go online melalui platform E-commerce disebabkan oleh selama pandemi covid-19 saat diterapkannya PSBB, perdagangan melalui platform E-commerce naik pada kisaran 26 persen. Jadi, UMKM di-link-kan dengan online shop.
UMKM yang banyak diburu adalah UMKM dalam bidang kuliner, UMKM dalam bidang kosmetik, fashion, dan UMKM bidang konten yang biasanya dilakukan para konten kreator untuk membuat desain. Jadi, UMKM yang semula offline kini dapat berubah menjadi online dengan platform E-commerce yang mulai gencar untuk digunakan dalam segala lini dengan tujuan memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan apalagi dengan kondisi di tengah situasi pandemi Covid-19 yang terus berlanjut. UMKM merupakan basis ekonomi kerakyatan yang dapat memacu pendapatan masyarakat itu sendiri apalagi di tengah pandemi. Saat ini, angka pengangguran melonjak tajam karena banyak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat penurunan output yang dihasilkan tidak selaras dengan yang ingin dicapai sehingga perusahaan menghindari kerugian yang akan terjadi.
Masyarakat berlomba-lomba memulai usaha untuk mempertahankan kondisi keuangan rumah tangga mereka sehingga muncul UMKM sebagai dekonstruksi demi mendorong pemulihan ekonomi domestik. Berbagai inovasi haruslah dikembangkan dalam sektor UMKM agar tidak mati suri dan mampu bertahan di tengah pesaing yang terus bertambah juga. Sebagian dari masyarakat mulai menelaah adanya E-commerce untuk menyokong UMKM mereka dengan cara memasukkan UMKM mereka menjadi UMKM digital atau go online seperti “E-Waroeng”. UMKM bidang kuliner yang dulu berjualan cake, seblak, salad buah, dan lain-lain secara offline kini dapat transisi memasarkan produk mereka via online melalui forum jual-beli di grup Whatsapp, akun bisnis di facebook serta melalui instagram untuk kalangan milenial atau dikenal dengan online shop. Tak kalah juga bidang kosmetik dan fashion juga selama pandemi Covid-19 menjadi tren menawarkan promo dari brand yang ada melalui aplikasi digital.
Dengan kuatnya ekonomi kerakyatan sektor UMKM dapat mendobrak pemulihan ekonomi domestik yang sedang melemah karena sektor pariwisata yang juga mati suri akibat pandemi ini. Dengan fokusya itu masyarakat beraktivitas dengan mematuhi protokol kesehatan ditambah dengan kemudahan UMKM berkembang via digital maka akan menjadi angin segar bagi Indonesia ke depan untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional sehingga dapat memperbaiki iklim investasi agar kepercayaan investor kembali sehingga pada kuartal selanjutnya ekonomi Indonesia akan rebound.