Jakarta, Scientia – Tahun 2002 The International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Buruh Internasional menetapkan 12 Juni sebagai World Day Against Child Labour atau peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak.
Faktanya di belahan dunia manapun tanpa terkecuali Indonesia masih belum bisa lepas dari kasus – kasus pekerja anak, hal demikian menjadi tugas rumah sendiri dan perlu menjadi perhatian serius untuk ditanggulangi.
Hal demikian menjadi sorotan serius bagi Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan RI, Hindun Anisah. Dirinya berupaya mendorong seluruh pihak untuk berkomitmen menanggulangi pelibatan anak sebagai pekerja.
Ia pun mengapresiasi penyelenggaraan Webinar Nasional dengan tema ”Pandemi Covid-19: Tantangan dan Strategi Penanggulangan Pekerja Anak Secara Kolektif dan Berkelanjutan” yang digelar Kementerian PPN/Bappenas dan ILO Jakarta, Jumat (12/6).
”Dengan kegiatan ini diharapkan tumbuh adanya komitmen bersama untuk melindungi anak-anak Indonesia agar mereka menjadi anak yang tangguh, anak yang mandiri dan anak yang berguna bagi bangsa dan negara agar bisa menjadi bangsa yang maju dan besar kelak di kemudian hari nanti,” kata Hindun Anisah di Jakarta.
Dipaparkannya, dalam Konvensi Hak-hak Anak (KHA) atau lebih dikenal sebagai UNCRC (United Nations Convention on the Rights of the Child) juga menjamin hak anak pada bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya yang disahkan pada tahun 1989 oleh PBB. Indonesia meratifikasi KHA ini pada 1990 dan kemudian diadaptasi ke dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 35 Tahun 2014.
Wujud komitmen Indonesia sendiri dalam menghapus pekerja anak dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja dengan UU Nomor 20 Tahun 1999 serta memasukkan substansi tehnis yang ada di dalam Konvensi ILO tersebut kedalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Kementerian Ketenagakerjaan sejak tahun 2008 sudah berupaya untuk mencegahnya dengan melakukan penarikan pekerja anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak jumlahnya 134.456 dari jumlah pekerja anak yang ada sebanyak 1.709 juta pekerja anak berdasarkan data SUSENAS Tahun 2018,” imbuh alumnus Universitas Amsterdam Belanda ini.
Hindun melanjutkan, di tengah pendemi Covid- 19 ini, korban PHK sesuai data per 20 April 2020 telah mencapai sekitar 2,8 juta orang dan semua pihak harus turun tangan untuk mengantisipasinya supaya tidak bertambah.
“Di masa pandemi Covid-19 perlu ada penguatan komitmen bersama dengan instansi terkait untuk bersama-sama mendorong serta memastikan hadirnya Negara dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja anak baik yang terdampak Covid-19 maupun yang tidak terkena dampak Covid-19,” tegasnya.
Sesuai dengan peta jalan (roadmap) penanggulangan Pekerja Anak, pemerintah mempunyai visi yaitu “Indonesia Bebas Pekerja Anak Tahun 2022”.
“Tentunya, hal itu harus dilaksanakan secara terkoordinatif dengan melibatkan semua pihak, baik pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, Serikat Pekerja/Buruh, Pengusaha, dan organisasi masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya penanggulangan pekerja anak,” tutup Hindun.(tom)